Senin, 05 November 2012

softskil-koprasi 2


MEKANISME KERJA KOPRASI
kata kopersi sudah tidak asing lagi bagi kita,,,,dan kita juga sudah mengetahui apa itu koperasi sebagai mahasiswa kita harus tahu bagaimana prinsip koperasi dan cara kerja koperasi serta bentuk-bentuknya ..
nahh disini kita akan membahas prinsip,bentuk dan cara kerja koperasi .
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
Prinsip Koperasi
Seluruh Koperasi di Indonesia wajib menerapkan dan melaksanakan prinsip prinsip koperasi, sebagai berikut:
*keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka;
*pengelolaan dilakukan secara demokratis;
*pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota;
*pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal;
*kemandirian;
*pendidikan perkoperasian;
*kerja sama antar koperasi.
Bentuk dan Kedudukan
1.Koperasi terdiri dari dua bentuk, yaitu Koperasi Primer dan Koperasi Sekunder.
2.Koperasi Primer adalah koperasi yang beranggotakan orang seorang, yang dibentuk oleh sekurang-kurangnya 20 (duapuluh) orang.
3.Koperasi Sekunder adalah koperasi yang beranggotakan Badan-Badan Hukum Koperasi, yang dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga) Koperasi yang telah berbadan hukum.
4.Pembentukan Koperasi (Primer dan Sekunder) dilakukan dengan Akta pendirian yang memuat Anggaran Dasar.
5.Koperasi mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah negara Republik Indonesia.
6.Koperasi memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan oleh pemerintah.
7.Di Indonesia hanya ada 2 (dua) badan usaha yang diakui kedudukannya sebagai badan hukum, yaitu Koperasi dan Perseroan Terbatas (PT). Oleh karena itu kedudukan/status hukum Koperasi sama dengan Perseroan Terbatas.
Persiapan Mendirikan Koperasi
1.Anggota masyarakat yang akan mendirikan koperasi harus mengerti maksud dan tujuan berkoperasi serta kegiatan usaha yang akan dilaksanakan oleh koperasi untuk meningkatkan pendapatan dan manfaat yang sebesar-besarnya bagi anggota. Pada dasarnya koperasi dibentuk dan didirikan berdasarkan kesamaan kepentingan ekonomi.
2.Agar orang-orang yang akan mendirikan koperasi memperoleh pengertian, maksud, tujuan, struktur organisasi, manajemen, prinsip-prinsip koperasi, dan prospek pengembangan koperasinya, maka mereka dapat meminta penyuluhan dan pendidikan serta latihan dari Kantor Departemen Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah setempat.
Rapat Pembentukan Koperasi
1.Proses pendirian sebuah koperasi diawali dengan penyelenggaraan Rapat Pendirian Koperasi oleh anggota masyarakat yang menjadi pendirinya. Pada saat itu mereka harus menyusun anggaran dasar, menentukan jenis koperasi dan keanggotaannya sesuai dengan kegiatan usaha koperasi yang akan dibentuknya, menyusun rencana kegiatan usaha, dan neraca awal koperasi. Dasar penentuan jenis koperasi adalah kesamaan aktivitas, kepentingan dan kebutuhan ekonomi anggotanya. Misalnya, Koperasi Simpan Pinjam (KSP), Koperasi Konsumen, Koperasi Produsen, Koperasi Pemasaran dan Koperasi Jasa.
2.Pelaksanaan rapat pendirian yang dihadiri oleh para pendiri ini dituangkan dalam Berita Acara Rapat Pembentukan dan Akta Pendirian yang memuat Anggaran Dasar Koperasi.
3. Apabila diperlukan, dan atas permohonan para pendiri, maka Pejabat Departemen Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah dalam wilayah domisili para pendiri dapat diminta hadir untuk membantu kelancaran jalannya rapat dan memberikan petunjuk-petunjuk seperlunya.
Penesahan Badan Hukum
1.Para pendiri koperasi mengajukan permohonan pengesahan akta pendirian secara tertulis kepada Pejabat, dengan melampirkan:
*2 (dua) rangkap akta pendirian koperasi satu di antaranya bermaterai cukup (dilampiri Anggaran Dasar Koperasi).
*Berita Acara Rapat Pembentukan.
*Surat bukti penyetoran modal.
*Rencana awal kegiatan usaha.
2.Permohonan pengesahan Akta Pendirian kepada pejabat, tergantung pada bentuk koperasi yang didirikan dan luasnya wilayah keanggotaan koperasi yang bersangkutan, dengan ketentuan sebagai berikut:
*Kepala Kantor Departemen Koperasi Pengusaha Kecil dan Menengah Kab/Kodya mengesahkan akta pendirian koperasi yang anggotanya berdomisili dalam wilayah Kabupaten/Kodya.
*Kepala Kantor Wilayah Departemen Koperasi Pengusaha Kecil dan Menengah Propinsi/DI mengesahkan akta pendirian koperasi Primer dan Sekunder yang anggotanya berdomisili dalam wilayah Propinsi/DI yang bersangkutan dan Koperasi Primer yang anggotanya berdomisili di beberapa Propinsi/DI, namun koperasinya berdomisili di wilayah kerja Kanwil yang bersangkutan.
*
Sekretaris Jenderal Departemen Koperasi Pengusaha Kecil dan Menengah (Pusat) mengesahkan akta pendirian Koperasi Sekunder yang anggotanya berdomisili di beberapa propinsi/DI.
3.Dalam hal permintaan pengesahan akta pendirian ditolak, alasan penolakan diberitahukan oleh Pejabat kepada para pendiri secara tertulis dalam waktu paling lambat 3 (tiga) bulan setelah diterimanya permintaan.
4.Terhadap penolakan pengesahan akta pendirian para pendiri dapat mengajukan permintaan ulang dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya penolakan.
5.Keputusan terhadap pengajuan permintaan ulang diberikan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya pengajuan permintaan ulang.
6.Pengesahan akta pendirian diberikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah diterimanya permintaan pengesahan.
7.Pengesahan akta pendirian diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Anggaran Dasar Koperasi
Anggaran Dasar Koperasi paling sedikit memuat ketentuan sebagai berikut:
*daftar nama pendiri;
*nama dan tempat kedudukan;
*maksud dan tujuan serta bidang usaha;
*ketentuan mengenai keanggotaan;
*ketentuan mengenai Rapat Anggota;
*ketentuan mengenai pengelolaan;
*ketentuan mengenai permodalan;
*ketentuan mengenai jangka waktu berdirinya;
*ketentuan mengenai pembagian sisa hasil usaha;
*ketentuan mengenai sanksi.
Perubahan Anggaran Dasar Koperasi harus dilakukan berdasarkan keputusan Rapat Anggota yang diadakan untuk itu, dan wajib membuat Berita Acara Rapat Anggota Perubahan Anggaran Dasar Koperasi. Terhadap perubahan Anggaran Dasar yang menyangkut penggabungan, pembagian, dan perubahan bidang usaha koperasi dimintakan pengesahan kepada pemerintah, dengan mengajukan secara tertulis oleh pengurus kepada Kepala Kantor Departemen Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah bagi Koperasi Primer dan Sekunder berskala daerah atau kepada Menteri Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah bagi Koperasi Sekunder berskala nasional.
Orang-orang yang mendirikan dan yang nantinya menjadi anggota koperasi harus mempunyai kegiatan dan atau kepentingan ekonomi yang sama. Hal itu mengandung arti bahwa tidak setiap orang dapat mendirikan dan atau menjadi anggota koperasi tanpa adanya kejelasan kegiatan atau kepentingan ekonominya.
Kegiatan ekonomi yang sama diartikan, memiliki profesi atau usaha yang sama, sedangkan kepentingan ekonomi yang sama diartikan memiliki kebutuhan ekonomi yang sama. Orang-orang yang akan mendirikan koperasi tersebut tidak dalam keadaan cacat hukum, yaitu tidak sedang menjalani atau terlibat masalah atau sengketa hukum, baik dalam bidang perdata maupun pidana. Usaha yang akan dilaksanakan oleh koperasi harus layak secara ekonomi. Layak secara ekonomi diartikan bahwa usaha tersebut akan dikelola secara efisien dan mampu memberikan kemanfaatan ekonomi bagi anggotanya.
Modal sendiri harus cukup tersedia untuk mendukung kegiatan usaha yang akan dilaksanakan oleh koperasi. Hal itu dimaksudkan agar kegiatan usaha koperasi dapat segera dilaksanakan tanpa menutup kemungkinan memperoleh bantuan, fasilitas dan pinjaman dari pihak luar.
Kepengurusan dan manajemen harus disesuaikan dengan kegiatan usaha yang akan dilaksanakan agar tercapai efisiensi dalam pengelolaan koperasi. Perlu diperhatikan mereka yang nantinya ditunjuk/dipilih menjadi pengurus haruslah orang yang memiliki kejujuran, kemampuan dan kepemimpinan, agar koperasi yang didirikan tersebut sejak dini telah memiliki kepengurusan yang handal.

SEJARH KOPRASI DIINDONESIA

Pertumbuhan koperasi di Indonesia dimulai sejak tahun 1896. Perkembangan koperasi di Indonesia mengalami pasang naik dan turun dengan titik berat lingkup kegiatan usaha secara menyeluruh yang berbeda-beda dari waktu ke waktu sesuai dengan iklim lingkungannya. Jikalau pertumbuhan koperasi yang pertama di Indonesia menekankan pada kegiatan simpan-pinjam maka selanjutnya tumbuh pula koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang konsumsi dan dan kemudian koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang untuk keperluan produksi. Pertumbuhan koperasi di Indonesia dipelopori oleh R. Aria Wiriatmadja patih di Purwokerto (1896), mendirikan koperasi yang bergerak dibidang simpan-pinjam. Untuk memodali koperasi simpan- pinjam tersebut di samping banyak menggunakan uangnya sendiri, beliau juga menggunakan kas mesjid yang dipegangnya. Setelah beliau mengetahui bahwa hal tersebut tidak boleh, maka uang kas mesjid telah dikembalikan secara utuh pada posisi yang sebenarnya.
Kegiatan R Aria Wiriatmadja dikembangkan lebih lanjut oleh De Wolf Van Westerrode asisten Residen Wilayah Purwokerto di Banyumas. Ketika ia cuti ke Eropa dipelajarinya cara kerja wolksbank secara Raiffeisen (koperasi simpan-pinjam untuk kaum tani) dan Schulze-Delitzsch (koperasi simpan-pinjam untuk kaum buruh kota) di Jerman. Setelah ia kembali dari
cuti melailah ia mengembangkan koperasi simpan-pinjam sebagaimana telah
dirintis oleh R. Aria Wiriatmadja . Dalam hubungan ini kegiatan simpanpinjam
yang dapat berkembang ialah model koperasi simpan-pinjam lumbung
dan modal untuk itu diambil dari zakat. Selanjutnya Boedi Oetomo yang didirikan pada tahun 1908
menganjurkan berdirinya koperasi untuk keperluan rumah tangga. Demikian
pula Sarikat Islam yang didirikan tahun 1911 juga mengembangkan koperasi
yang bergerak di bidang keperluan sehari-hari dengan cara membuka tokotoko
koperasi. Perkembangan yang pesat dibidang perkoperasian di
Indonesia yang menyatu dengan kekuatan social dan politik menimbulkan
kecurigaan Pemerintah Hindia Belanda. Oleh karenanya Pemerintah Hindia
Belanda ingin mengaturnya tetapi dalam kenyataan lebih cenderung menjadi
suatu penghalang atau penghambat perkembangan koperasi. Dalam
hubungan ini pada tahun 1915 diterbitkan Ketetapan Raja no. 431 yang berisi
antara lain :
  1. Akte pendirian koperasi dibuat secara notariil
  2. Akte pendirian harus menggunakan bahasa belanda
  3. Harus mendapakan izin dari gubernur jendral
pada tahun 1920 dibentuk suatu ‘Komisi Koperasi’ yang dipimpin oleh DR. J.H.
Boeke yang diberi tugas neneliti sampai sejauh mana keperluan penduduk
Bumi Putera untuk berkoperasi. Hasil dari penelitian menyatakan tentang perlunya penduduk Bumi
putera berkoperasi dan untuk mendorong keperluan rakyat yang
bersangkutan. Selanjutnya didirikanlah Bank Rakyat ( Volkscredit Wezen ).
Berkaitan dengan masalah Peraturan Perkoperasian, maka pada tahun 1927
di Surabaya didirikan “Indonsische Studieclub” Oleh dokter Soetomo yang
juga pendiri Boedi Oetomo, dan melalui organisasi tersebut beliau
menganjurkan berdirinya koperasi. Kegiatan serupa juga dilakukan oleh
Partai Nasional Indonesia di bawah pimpimnan Ir. Soekarno, di mana pada
tahun 1929 menyelenggarakan kongres koperasi di Betawi. Keputusan
kongres koperasi tersebut menyatakan bahwa untuk meningkatkan
kemakmuran penduduk Bumi Putera harus didirikan berbagai macam
koperasi di seluruh Pulau Jawa khususnya dan di Indonesia pada umumnya.
Untuk menggiatkan pertumbuhan koperasi, pada akhir tahun 1930
didirikan Jawatan Koperasi dengan tugas:
  • memberikan penerangan kepada pengusaha-pengusaha Indonesia
    mengenai seluk beluk perdagangan
  • dalam rangka peraturan koerasi No 91, melakukan pengawasan dan
    pemeriksaan terhadap koperasi-koperasi, serta memberikan
    penerangannya
  • memberikan keterangan-keterangan tentang perdagangan
    pengangkutan, cara-cara perkreditan dan hal ihwal lainnya yang
    menyangkut perusahaan-perusahaan
  • penerangan tentang organisasi perusahaan
  • menyiapkan tindakan-tindakan hukum bagi pengusaha Indonesia
Selanjutnya pada tahun 1933 diterbitkan Peraturan Perkoperasian
dalam berntuk Gouvernmentsbesluit no.21 yang termuat di dalam Staatsblad
no. 108/1933 yang menggantikan Koninklijke Besluit no. 431 tahun 1915.
Peraturan Perkoperasian 1933 ini diperuntukkan bagi orang-orang Eropa dan
golongan Timur Asing. Dengan demikian di Indonesia pada waktu itu
berlaku 2 Peraturan Perkopersian, yakni Peraturan Perkoperasian tahun
1927 yang diperuntukan bagi golongan Bumi Putera dan Peraturan
Perkoperasian tahun 1933 yang berlaku bagi golongan Eropa dan Timur
Asing. Kongres Muhamadiyah pada tahun 1935 dan 1938 memutuskan
tekadnya untuk mengembangkan koperasi di seluruh wilayah Indonesia,
terutama di lingkungan warganya. Diharapkan para warga Muhammadiyah
dapat memelopori dan bersama-sama anggota masyarakat yang lain untuk
mendirikan dan mengembangkan koperasi. Berbagai koperasi dibidang
produksi mulai tumbuh dan berkembang antara lain koperasi batik yang
diperlopori oleh H. Zarkasi, H. Samanhudi dan K.H. Idris.
Perkembangan koperasi semenjak berdirinya Jawatan Koperasi tahun
1930 menunjukkan suatu tingkat perkembangan yang terus meningkat. Pada masa pendudukan bala tentara Jepang istilah koperasi lebih
dikenal menjadi istilah “Kumiai”. Pemerintahan bala tentara Jepang di di
Indonesia menetapkan bahwa semua Badan-badan Pemerintahan dan
kekuasaan hukum serta Undang-undang dari Pemerintah yang terdahulu
tetap diakui sementara waktu, asal saja tidak bertentangandengan Peraturan
Pemerintah Militer. Namun peraturan tahun 1927 masih tetap berlaku.
masyarat ingin mendirikan suatu perkumpulan koperasi harus mendapat izin
Residen (Shuchokan) dengan menjelaskan syarat-syarat sebagai berikut :
  • Maksud perkumpulan atau persidangan, baik sifat maupun aturanaturannya
  • Tempat dan tanggal perkumpulan didirikan atau persidangan
    diadakan
  • Nama orang yang bertangguing jawab, kepengurusan dan anggotaanggotanya
  • Sumpah bahwa perkumpulan atau persidangan yang bersangkutan
    itu sekali-kali bukan pergerakan politik.
Dengan adanya peraturan ini, banyak koperasi-koperasi yang ada dibeberapa daerah menghentikan usahanya dan tidak boleh beroperasi jika tidak dapat izin baru dari ”Scuchokan”.
Perkembangan Pemerintahan pendudukan bala tentara Jepang
dikarenakan masalah ekonomi yang semakin sulit memerlukan peran
“Kumiai” (koperasi). Pemerintah pada waktu itu melalui kebijaksanaan dari
atas menganjurkan berdirinya “Kumiai” di desa-desa yang tujuannya untuk
melakukan kegiatan distribusi barang yang jumlahnya semakin hari semakin
kurang karena situasi perang dan tekanan ekonomi Internasional. Kumiai (koperasi) dijadikan alat kebijaksanaan dari Pemerintah bala tentara Jepang sejalan dengan
kepentingannya.

Gerakan koperasi di Indonesia yang lahir pada akhir abad 19 dalam
suasana sebagai Negara jajahan tidak memiliki suatu iklim yang
menguntungkan bagi pertumbuhannya. Baru kemudian setelah Indonesia
memproklamasikan kemerdekaannya, dengan tegas perkoperasian ditulis di
dalam UUD 1945. DR. H. Moh Hatta sebagai salah seorang “Founding
Father” Republik Indonesia, berusaha memasukkan rumusan perkoperasian
di dalam “konstitusi”. Pasal 33 UUD 1945 ayat 1
beserta penjelasannya menyatakan bahwa perekonomian disusun sebagai
usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan. Dalam penjelasannya
disebutkan bahwa bangun perekonomian yang sesuai dengan azas
kekeluargaan tersebut adalah koperasi. Pada tanggal 12 Juli 1947 diselenggarakan kongres koperasi se Jawa
yang pertama di Tasikmalaya. Dalam kongres tersebut diputuskan antara lain
terbentuknya Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia yang disingkat
SOKRI; menjadikan tanggal 12 Juli sebagai Hari Koperasi serta
menganjurkan diselenggarakan pendidikan koperasi di kalangan pengurus,
pegawai dan masyarakat. Selanjutnya, koperasi pertumbuhannya semakin
pesat.
Untuk memperbaiki perekonomian-perekonomian rakyat Kabinet
Wilopo antara lain mengajukan suatu “program koperasi” yang terdiri dari tiga
bagian, yaitu :
  • Usaha untuk menciptakan suasana dan keadaan sebaik-baiknya bagi
    perkembangan gerakan koperasi
  • Usaha lanjutan dari perkembangan gerakan koperasi
  • Usaha yang mengurus perusahaan rakyat yang dapat diselenggarakan
    atas dasar koperasi
Selanjutnya pada tanggal 15 sampai dengan 17 Juli 1953
dilangsungkan kongres koperasi Indonesia yang ke II di Bandung.
Keputusannya antara lain merubah Sentral Organisasi Koperasi Rakyat
Indonesia (SOKRI) menjadi Dewan Koperasi Indonesia (DKI). Di samping itu
mewajibkan DKI membentuk Lembaga Pendidikan Koperasi dan mendirikan
Sekolah Menengah Koperasi di Provinsi-provinsi. Keputusan yang lain ialah
penyampaian saran-saran kepada Pemerintah untuk segera diterbitkannya
Undang-Undang Koperasi yang baru serta mengangkat Bung Hatta sebagai
Bapak Koperasi Indonesia.
Pada tahun 1956 tanggal 1 sampai 5 September diselenggarakan
Kongres Koperasi yang ke III di Jakarta. Keputusan KOngres di samping halhal
yang berkaitan dengan kehidupan perkoperasian di Indonesia, juga
mengenai hubungan Dewan Koperasi Indonesia dengan International
Cooperative Alliance (ICA).

Dalam tahun 1959 terjadi suatu peristiwa yang sangat penting dalam
sejarah bangsa Indonesia. Setelah Konstituante tidak dapat menyelesaikan
tugas menyusun Undang-Undang Dasar Baru pada waktunya, maka pada
tanggal 15 Juli 1959 Presiden Soekarno yang juga selaku PAnglima Tertinggi
Angkatan Perang mengucapkan Dekrit Presiden yang memuat keputusan
dan salahsatu daripadanya ialah menetapkan Undang-Undang Dasar 1945
berlaku bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh Tanah Tumpah Darah
Indonesia, terhitung mulai dari tanggal penetapan dekrit dan tidak berlakunya
lagi Undang-Undang Dasar Sementara. Dampak Dekrit Presiden dan Manipol terhadap
Undang-Undang No. 79 Tahun 1958 tentang Perkumpulan Koperasi adalah
undang-undang yang belum berumur panjang itu telah kehilangan dasar dan
tidak sesuai lagi dengan jiwa dan semangat UUD 1945 dan Manipol.
Karenanya untuk mengatasi keadaan itu maka di samping Undang-Undang
No. 79 Tahun 1958 tentang Perkumpulan Koperasi dikeluarkan pula
Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 1959 tentang Perkembangan Gerakan
Koperasi.
Sebagai puncak pengukuhan hokum dari uapaya mempolitikkan
(verpolitisering) koperasi dalam suasana demokrasi terpimpin yakni di
terbitkannya UU No.14 tahun 1965 tentang perkoperasian yang dimuat
didalam Lembaran Negara No. 75 tahun 1960. Salah satu pasal yang
terpenting adalah pasal 5 yang berbunyi :
“Koperasi, struktur, aktivitas dan alat pembinaan serta alat
perlengkapan organisasi koperasi, mencerminkan kegotong-royongan
progresif revolusioner berporoskan Nasakom (Nasional, Agama, Komunis)”. Dalam memori penjelasannya dinyatakan sebagai berikut :
“Sesuai dengan penjelasan umum perkoperasian (pola koperasi) tidak
dapat dipisahkan dari masalah Revolusi pada umumnya (doktrin Revolusi),
sehingga tantangan-tantangan dari gerakan koperasi hakekatnya merupakan
tantangan daripada Revolusi itu sendiri”.

Pemberontakan G30S/PKI merupakan malapetaka besar bagi rakyat
dan bangsa Indonesia. Demikian pula hal tersebut didalami oleh gerakan
koperasi di Indonesia. Semangat Orde Baru yang dimulai
titik awalnya 11 Maret 1996. Di bidang idiil, koperasi Indonesia merupakan satu-satunya wadah
untuk menyusun perekonomian rakyat berazaskan kekeluargaan dan
kegotong-royongan yang merupakan cirri khas dari tata kehidupan bangsa
Indonesia dengan tidak memandang golongan, aliran maupun kepercayaan
yang dianut seseorang. Koperasi sebagai alat pendemokrasian ekonomi
nasional dilaksanakan dalan rangka dalam rangka politik maupun perjuangan
bangsa Indonesia. Di bidang organisasi koperasi Indonesia menjamin adanya hak-hak
individu serta memegamg teguh azas-azas demokrasi. Rapat Anggota
merupakan kekuasaan tertinggi di dalam tata kehidupan koperasi,
Koperasi mendasarkan geraknya pada aktivitas ekonomi dengan tidak
meninggalkan azasnya yakni kekeluargaan dan gotong-royong.
Menurut pasal. 3 UU No. 12/1967, koperasi Indonesia adalah
organisasi ekonomi rakyat yang berwatak social, beranggotakan orang-orang
atau badan hukum koperasi yang merupakan tata azas kekeluargaan.
Penjelasan pasal tersebut menyatakan bahwa “ koperasi Indonesia adalah
kumpulan orang-orang yang sebagai manusia secara bersamaan, bekerja
untuk memajukan kepentingan-kepentingan ekonomi mereka dan
kepentingan masyarakat.
Untuk melaksanakan tujuan ini maka Pemerintah membangun Pusat-pusat Pendidikan Koperasi (PUSDIKOP) di tingkat Pusat
dan juga di tiap ibukota Propinsi. Pusat Pendidikan Koperasi tersebut
sekarang dirubah menjadi Pusat Latihan dan Penataran Perkoperasian
(PUSLATPENKOP) di tingkat Pusat dan Balai Latihan Perkoperasian
(BALATKOP) di tingkat Daerah. Garis-Garis Besar haluan Negara 1988 menetapkan bahwa koperasi
dimungkinkan bergerak di berbagai sector kegiatan ekonomi, misalnya
sektor-sektor : pertanian, industri, keuangan, perdagangan, angkutan dan
sebagainya.
Dalam pola umum Pelita ke lima menyebutkan bahwa : “Dunia usaha
nasional yang terdiri dari usaha Negara koperasi dan usaha swasta perlu
terus dikembangkan menjadi usaha yang sehat dan tangguh dan diarahkan
agar mampu meningkatkan kegairahan dan kegiatan ekonomi serta
pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, memperluas lapangan kerja,
meningkatkan taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan rakyat, serta
memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa dan memantapkan ketahanan
nasional. Koperasi Unit Desa (KUD)
perlu terus dibina dan dikembangkan agar tumbuh sehat dan kuat sehingga
koperasi akan semakin berakar dan peranannya makin besar dalam
kehidupan sosial ekonomi masyarakat terutama di pedesaan. Adapun tujuan pembinaan dan pengembangan KUD Mandiri adalah
untuk mewujudkan KUD yang memiliki kemampuan manajemen koperasi
yang rasional dan efektip dalam mengembangkan kegiatan ekonomi para
anggotanya berdasarkan atas kebutuhan dan keputusan para anggota KUD.
Dengan kemampuan itu KUD diharapkan dapat melaksanakan fungsi
utamanya yaitu melayani para anggotanya, seperti melayani perkreditan,
penyaluran barang dan pemasaran hasil produksi.
Dalam rangka pengembangan KUD mandiri telah diterbitkan
INSTRUKSI MENTERI KOPERASI No. 04/Ins/M/VI/1988 tentang PedomanPembinaan dan Pengembangan KUD mandiri. Pembinaan dan Pengembangan KUD mandiri diarahkan :
  • Menumbuhkan kemampuan perekonomian masyarakat khusunya di pedesaan.
  • Meningkatkan peranannya yang lebih besar dalam perekonomian nasional.
  • Memberikan manfaat yang sebesar-besarnya dalam peningkatan kegiatan ekonomi dan pendapatan yang adil kepada anggotanya.
Ukuran-ukuran yang digunakan untk menilai apakah suatu KUD sudah
mandiri atau belum adalah sebagai berikut :
  • Mempunyai anggota penuh minimal 25 % dari jumlah penduduk dewasa
    yang memenuhi persyaratan kenggotaan KUD di daerah kerjanya.
  • Dalam rangka meningkatkan produktivitas usaha anggotany maka
    pelayanan kepada anggota minimal 60 % dari volume usaha KUD secara
    keseluruhan.
  • Minimal tiga tahun buku berturut-turut RAT dilaksanan tepat pada
    waktunya sesuai petunjuk dinas.
  • Anggota Pengurus dan Badan Pemeriksa semua berasal dari anggota
    KUD dengan jumlah maksimal untuk pengurus 5 orang dan Badan
    Pemeriksa 3 orang.
  • Modal sendiri KUD minimal Rp. 25,- juta.
  • Hasil audit laporan keuangan layak tapa catatan (unqualified opinion).
  • Batas toleransi deviasa usaha terhadap rencana usaha KUD (Program
    dan Non Program) sebesar 20 %.
  • Ratio Keuangan :
    Liquiditas, antara 15 % s/d 200 %.
    Solvabilita, minimal 100 %.
  • Total volume usaha harus proposional dengan jumlah anggota, denngan
    minimal rata-rata Rp. 250.000,- per anggota per tahun.
  • Pendapatan kotor minimal dapat menutup biaya berdasarkan prinsip
    effisiensi.
  • Sarana usaha layak dan dikelola sendiri.
  • Tidak ada penyelewengan dan manipulasi yang merugikan KUD oleh
    Pengelola KUD.
  • Tidak mempunyai tunggakan.


http://yanizzeccson.blogspot.com/2009/11/sejarah-koperasi-di-indonesia.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar