Kamis, 25 April 2013

Tugas SOFTSKILL 2 semester 4


JUDUL  : HUKUM PERJANJIAN
NAMA  : NEYLA ULFAH
NPM    : 25211140

PENDAHULUAN


Disetiap kelompok atau perkumpulan baik kecil atau besar, mempunyai suatu hukum atau aturan yang dibuat oleh kelompok atau perkempulan tersebut. Akan tetapi, apakah seseorang itu mengerti dan paham tentang hukum tersebut.
Hukum adalah sebuah system yang menetapkan suatu tingkah laku yang diperolehkan, yang dilarang atau yang harus dikerjakan. Selain itu sbuah hukum dapat menjadi norma yang memilih sutu peristiwa atau kenyataan menjadi sebuah peristwa yang memiliki akibat hukum.
Negara Indonesia adalah Negara hukum, Negara hukum adalah Negara yang berdiri atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya yang mana keadilan tersebut merupakan syarat bagi tercapainya kebahagiaan hidup warga negara agar dapat membuat warga Negara suatu bangsa menjadi baik.
Negara hukum bersandar pada keyainan bahwa kekuasaan Negara harus dijalankan atas dasar hukum yang adil dan baik. Hukum menjadi landasan tindakan setiap Negara. Negara hukum berarti alat-alat Negara mempergunakan kekuasaannya hanya sejauh berdasarkan ukum yang berlaku dan dengan cara yang ditentukan dalam hukum itu. 
Banyak sekali macam macam Hukum yang ada di Indonesia, hukum yang berlaku dimasyarakat ini dibagi menjadi beberapa bagian
1.      Hukum Pidana atau Hukum Public
2.      Hukum Perdata atau Hukum Pribadi
3.      Hukum Acara
4.      Hukum Perikatan
5.      Hukum Perjanjian
6.      Hukum Dagang dll

·       Latar Belakang

Banyak sekali Hukum-hukum yang berlaku di Indonesia. Akan tetapi tidak sedikit masyarakat Indonesia yang tidak mengetahui hukum-hukum tersebut. Senghingg apabila terjadi penyalahgunaan hukum, masyarakat awam tidak mendapat hukum yang jelas. Seharusnya hukum yang Bberlaku di Indonesia diketahui dan dipahami oleh masyarakat sehingga semua peraturan yang berlaku dapat dijalankan sesuai dengan ketentuan yang ada.
Yang akan dibahas dalam tulisan ini hanya Hukum Perjanjian saja, dimana arti perjanjian tersebut Menurut Pasal 1313 KUH Perdata Perjanjian adalah Perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan hukum  antara dua orang atau lebih yang disebut Perikatan yang di dalamya terdapat hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Perjanjian dibuat untuk meyakini dan memberi kepastian kedua belah pihak, sebaiknya perjanjian yang bersifat universal dan menyangkut orang banyak harus dilandasi dengan dasar hukum agar tidak merugikan satu pihak, bilamana pihak lain melanggar janji yang telah disepakati. Jika perjanjian telah  berlandaskan hukum yaitu Hukum Perjanjian, maka pihak yang merasa dirugikan dapat menuntut kepada pihak yang telah melanggar.
Sebelum kita membuat Hukum Perjanjian, ada baiknya kita memahami Hukum Perjanjian terlebih dahulu, apa itu hukum perjanjian, seperti apa prosesnya, dan jenis hukum perjanjian yang kita butuhkan, beserta syarat syarat yang hatus dipenuhi untuk dapat memenuhi hukum perjanjian tersebut.

·       Kerangka Pemikiran




PEMBAHASAN

·        Pengertian Hukum Perjanjian

Dalam hukum asing dijumpai istilah overeenkomst (bahasa Belanda), contract /agreement (bahasa Inggris), dan sebagainya yang merupakan istilah yang dalam hukum kita dikenal sebagai ”kontrak” atau ”perjanjian”. Umumnya dikatakan bahwa istilah-istilah tersebut memiliki pengertian yang sama, sehingga tidak mengherankan apabila istilah tersebut digunakan secara bergantian untuk menyebut sesuatu konstruksi hukum. Namun para ahli hukum mempunyai pendapat yang berbeda-beda mengenai pengertian perjanjian,
1.      Abdulkadir Muhammad mengemukakan bahwa perjanjian adalah suatu persetujuan dengan dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan.
2.      J.Satrio berpendapat perjanjian dapat mempunyai dua arti, yaitu arti luas dan arti sempit, dalam arti luas suatu perjanjian berarti setiap perjanjian yang menimbulkan akibat hukum sebagai yang dikehendaki oleh para pihak termasuk didalamnya perkawinan, perjanjian kawin, dll, dan dalam arti sempit perjanjian disini berarti hanya ditujukan kepada hubungan-hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan saja.
3.      hukum lain mengemukakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seseorang yang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal yang menimbulkan perikatan berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.
4.      Menurut Rutten.Perjanjian adalah perbuatan hokum yang terjadi sesuai dengan formalitas-formalitas dari peraturan hokum yang ada, tergantung dari persesuaian pernyataan kehendak dua atau lebih orang-orang yang ditujukan untuk timbulnya akibat hukum demi kepentingan salah satu pihak atas beban pihak lain atau demi kepentingan dan atas beban masing-masing pihak secara timbal balik.
Hukum Perjanjian sering diartikan sama dengan hukum perikatan. Hal ini berdasarkan konsep dan batasan devinisi pada kata perjanjian dan perikatan. Pada dasarnya hukum perjanjian dilakukan apabila dalam sebuah peristiwa seseorang mengikrarkan janji kepada pihak lain atau terdapat dua pihak yang saling berjanji satu sama lai untuk melakukan sesuatu hal.
Sedangkan hukum perikatan dilakukan apabila dua pihak melakukan suatu hubungan hukum, hubungan ini memberikan hak dan kewajiban kepada masing-masing pihak untuk memberikan tuntutan atau memenuhi tuntutan tersebut.Berdasarkan penjelasan tersebut dapat kita tarik kesimpulan bahwa hukum perjanjian akan menimbulkan hukum perikatan. Artinya tidak aka nada kesepakatan yang mengikat seseorang, jika tidak ada perjanjian tertentu yang disepakati oleh masing-masing pihak. Jadi, perikatan merupakan konsekuensi logis adanya perjanjian.



·        Asas-asas Hukum perjanjian

Asas hukum yang dikemukakan diatas adalah asas hukum yang berlaku secara umum. Berbeda halnya dengan asas hukum yang terdapat dalam hukum perjanjian (overeenscomstrecht) diantaranya:


1.  Asas Konsensuil
Konsensuil secara sederhana diartikan sebagai kesepakatan. Dengan tercapainya kesepakatan antara para pihak lahirlah kontrak, meskipun kontrak pada saat itu belum dilaksanakan. Hal ini berarti juga bahwa dengan tercapinya kesepakatan oleh para pihak melahirkan hak dan kewajiban bagi mereka yang membuatnya (atau dengan kata lain perjanjian itu bersifat obligatoir). Asas konsensuil dapat dilihat pada Pasal 1320 ayat 1 BW bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kesepakatan kedua belah pihak.
Menurut asas ini perjanjian sudah lahir atau terbentuk ketika para pihak mencapai kata sepakat mengenai pokok-pokok perjanjian. Walupun kadang Undang-Undang menetapkan bahwa sahnya suatu perjanjian harus dilakukan secara tertulis (seperti perjanjian perdamaian) atau harus dibuat dengan akta oleh pejabat berenang (seperti akta jual beli tanah) semua ini merupakan pengecualian.
Bentuk konsensuil adalah suatu perjanjian yang dibuat secara tertulis, salah satunya dengan adanya pembubuhan tandatangan dari para pihak yang melakukan perjanjian tersebut. Tandatangan berfungsi sebagai bentuk kesepakatan dan bentuk persetujuan atas tempat dan waktu, dan isi perjanjian yang dibuat.
2.  Asas Pacta Sunt Servanda (Perjanjian Itu Mengikat Para Pihak)
               Asas pacta sunt servanda biasa juga disebut asas kepastian hukum (certainty). Asas ini bertujuan agar hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas ini dapat disimpulkan diambil dari Pasal 1338 ayat 1 BW yang menegaskan “perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang.”
3.  Asas Kebebasan Berkontrak
               Kebebasan berkontrak adalah kebebasan untuk mengadakan perjanjian tentang apa saja, selama tidak bertentangan tentang Undang-undang, keterlibatan umum dan kesusilaan Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata menyebutkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Pasal ini menuntun kita untuk dapat membuat perjanjian mengenai hal apa pun,diatur secara apa saja dan perjanjian tersebut akan mengikat sebagaimana hal terikatnya kita kepada Undang-undang. Sekali lagi ditekankan bahwa kebebasan untuk membuat perjanjian hanya dibatasi dengan Undang-Undang ketertiban umum dan kesusilaan. Pasal 1338 ayat 1 BW perihal asas kebebasan berkontrak. Kebebasan yang dimaksud di sini terbagi dalam beberapa hal yakni: 

1. Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak (yes or no). 
2. Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian (who). 
3. Bebas menentukan isi atau klausul perjanjian (substance). 
4. Bebas menentukan bentuk perjanjian (form) 
5. Kebebasan-kebebasan lainnya yang bertentanga dengan peraturan perundang-undangan (other freedom).

4.   Asas Iktikad Baik (geode trouw)
Asas itikad baik merupakan salah satu sandi penting dalam hukum perjanjian. Artinya dalam pembuatan dan pelaksanaan perjanjian harus tidak merugikan satu sama lain dan harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Apabila kemudian hari ditemukan pelaksanaan perjanjianyang merugikan salah satu pihak, misalnya salah satu pihak wanprestasi, maka pihak yang melakukan hal tersebut telah melanggar asas itikad baik.
Asas iktikad baik diakomodasi melalui Pasal 1338 ayat 3 BW yang menegaskan “perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik.” Asas iktikad baik merupakan asas bahwa para pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak. Kesepakatan atau consensus sebagai syarat utama lahirnya kontrak, masih ada hal lain yang harus diperhatikan yaitu syarat sahnya kontrak sebagaimana ditegaskan dalam pasal 1320 BW yaitu: 

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 
3. Sutu hal tertentu; 
4. dan sebab yang halal

5.   Asas Kepastian Hukum (Pacta Sunt Servada)
        Asas ini berkaitan dengan kekuatan mengikatnya perjanjian. Pasal 113 ayat 1 KUH Perdata menyebutkan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang- undang bagi pihak yang membuatnya. Perjanjian yang dibuat secara sah artinya telah memenuhi syarat sahnya perjanjian, sehingga mempunyai kekuatan mengikat dan berlaku sebagai Undang-Undang bagi pihak yang membuatnya. Mengikat sebagai Undang-undang mempunyai makna bahwa para pihak yang membuat perjanjian wajib menaati perjanjian sebagai mana mereka menaati Undang-undang. Dan pihak ketiga, termasuk hakim wajib menghormati perjanjian tersbut, juga tidak mencampuri isi perjanjian yang telah ditetapkan oleh para pihak. Tidak mencampuri isi hukum perjanjian, artinya pihak ketiga tidak boleh menambah atau mengurangi isi perjanjian dan tidak menghilangkan kewajiban-kewajiban kontraktual yang timbul dan perjanjian tersebut.
        Karena para pihak wajib menaati isi perjanjian yang mereka buat, akibatnya perjanjian tersebut tidak dapat ditarik secara sepihak. Jika kan ditarik kembali, arus dengan kesepakatan para pihak atau dengan alasan Undan-Undnang yang menyatakan cukup untuk itu. Asas kepastian hukum akan dapat dipertahankan sepenuhnya, jika para pihak dalam perjanjian, kedudukannya seimbang dan para pihak sama-sama cakap untuk melakukan perbuatan hukum.
6.   Asas kepribadian
        Asas kepribadian adalah asas yang menentukan ketika seseorang membuat perjanjian dangan orang lain, maka yang terikat dalam perjanjian tersebut hanyalah para pihak yang membuatnya saja. Pihak ketidak tidak akan terikat dalam perjanjian tersebut. Hal ini dapat dilihat dari Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUH Perdata. Pasal 1315 KUH Perdata menyatakan pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perjanjian untuk dirinya sendiri. Hal ini dipertegas dengan Pasal 1340 ayat 1 KUH Perdata yang berbunyi bahwa suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya.
        Tetapi asas ini mempunyai pengecualian sebagaimana dapat dilihat pada Pasal 1317 KUH Perdata yang berbunyi: “Dapat juga perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjia yang dibuat untuk diri sendiri atau suatu pemberian kepada orang lain mengandung suatu syarat semacam itu. Dalam Pasal 1317 terdapa janji terhadap pihak ketiga atau janji untuk kepentingan pihak ketiga. Contohnya dalam perjanjian asuransi jiwa, ada dua orang berjanji, akan tetapi perjanjian itu disepakati untuk menimbulkan keuntunga bagi pihak ketiga.

·        Syarat Sah Hukum Perjanjian

1.      Syarat pertama merupakan awal dari terbentuknya perjanjian, yaitu terdapat kesepkatan antar dua pihak. Kesepakatan ini dibuat dengan kesadaran tanpa adanya tekanan atau pesanan dari pihak manapun, sehingga kedua belah pihak dapat menunaikan kewajiban dan hak sesuai dengan kesepakatan. Apabila perjanjian tersebut dibuat berdasarkan adanya paksaan dari salah satu pihak, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
2.      Kedua belah pihak mampu membuat sebuah perjanjian. Artinya kedua belah pihak dalam keadaan stabil dan tidak dalam pengawasan pihak tertentu yang bisa membatalkan perjanjian tersebut.
3.      Perjanjian tersebut merupakan objek yang jelas dan dapat dipertanggung jawabkan.
4.      Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. Pada saat penyusunan kontrak, para pihak khususnya manusia secara hukum telah dewasa atau cakap berbuat atau belum dewasa tetapi ada walinya. Di dalam KUH Perdata yang disebut pihak yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa dan mereka  yang berada dibawah pengampunan.
5.      Mengenai suatu hal tertentu suatu hal yang dijadikan perjanjian. Artinya, Secara yuridis suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu yang telah disetujui. Suatu hal tertentu disini adalah objek perjanjian dan isi perjanjian. Setiap perjanjian harus memiliki objek tertentu, jelas, dan tegas. Dalam perjanjian penilaian, maka objek yang akan dinilai haruslah jelas dan ada, sehingga tidak mengira-ngira.
6.      Hukum perjanjian dilakukan atas sebab yang benar. Artinya perjanjian yang disepakati merupakan niat baik dari kedua belah pihak dan bukan ditujukan untuk kejahatan.
7.      Suatu sebab yang halal. Setiap perjanjian yang dibuat para pihak tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Dalam akta perjanjian sebab dari perjanjian dapat dilihat pada bagian setelah komparasi, dengan syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif, yaitu syarat mengenai orang-orang atau subjek hukum yang mengadakan perjanjian, apabila kedua syarat ini dilanggar, maka perjanjian tersebut dapat diminta pembatalan. Juga syarat ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, yaitu mengenai objek perjanjian dan isi perjanjian, apabila syarat tersebut dilanggar, maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Namun,apabila perjanjian telah memenuhi unsur-unsur sahnya suatu perjanjian dan asas-asas perjanjian, maka perjanjian tersebut sah dan dapat dijalankan.

·        Jenis-jenis Perjanjian

Secara umum perjanjian dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu perjanjian obligatoir dan perjanjian non obligatoir
Perjanjian obligatorir è Perjanjian yang mewajibkan seseorang untuk menyerahkan atau membayar sesuatu
Perjanjian non obligatoir è Perjanjian yang tidak mewajibkan seseorang untuk menyerahkan atau membayar sesuatu.
1.   Perjanjian obligatoir terbagi menjadi beberapa jenis
a.      Perjanjian sepihak è Perjanjian yang membebankan prestasi (denda) hanya pada satu pihak .
Misalnya perjanjian hibah, perjanjian penanggungan (brogotch), dan perjanjian memberikan kuasa tanpa upah
b.      Perjanjian timbale balik è Perjanjian yang membebankan prestasi pada kedua belah pihak. Misalnya jual beli.
c.       Perjanjian Cuma-cuma è Dimana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya. Misalnya hibah, perjanjian pakai, pinjam meminjam tanpa bunga dan penitipan barang tanpa biaya.
d.      Perjanjian atas beban è Perjanjian yang mewajibkan salah satu pihak untuk melakukan prestasiberkaitan langsung dengan prestasi yang harus dilakukan oleh pihak lain. Misalnya jual beli, sewa menyewa, dan pinjam meminjam dengan bunga.
e.      Perjanjian konsensuil è Perjanjian yang mengikat sejak adanya kesepakatan dari kedua belah pihak. Misalnya perjanjian jual beli dan sewa menyewa.
f.        Perjanjian riil è Perjanjian yang tidak hanya mensyaratkan kesepakatan namun juga mensyaratkan penyerahan obyek perjanjian atau bendanya. Misalnya perjanjian penitipan barang dan perjnjian pinjam pakai.
g.      Perjanjian formilèPerjanjian yang selain dibutuhkan kata sepakat, juga dibutuhkan formalitas tertentu, sesuai dengan apa yang telah ditentukan oleh undang-undang. Misalnya pembebanan jaminan fidusia.
h.      Perjanjian bernamaè Perjanjian yang secara khusus diatur didalam undang-undang.
i.        Perjanjian tak bernamaèPerjanjian yang tidak diatur secara khusus didalam undang-undang. Misalnya perjanjian leasing, franchising dan factoring.
j.        Perjanjian campuranè Perjanjian yang merupakan kombinasi dari dua atau lebih perjanjian bernama. Misalnya perjanjian pemondokan (kost) yang merupakan campuran dari perjanjian sewa menyewa dan perjanjian untuk melakukan suatu pekerjaan (mencuci baju, menyetrika baju, dan membersihkan kamar)
2.      Perjanjian non obligatoir terbagi menjadi:
a        Zekelijk overeenkomstèPerjanjian yang menetapkan dipindahkannya suatu hak dari seseorang kepada orang lain. Misalnya balik nama hak atas tanah.
b        Bevifs  overeenkomstè Perjanjian untuk membuktikan sesuatu
c         Liberaator overeenkomstèPerjanjian dimana seseorang membebaskan pihak lain dari suatu kewajiban
d        Vaststelling overeenkomst è Perjanjian untuk mengakhiri keraguan mengenai isi dan luas perhubungan hukum diantara para pihak.

·       Fungsi hukum perjanjian

Fungsi perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu fungsi yurudis dan fungsi ekonomis. Fungsi yurudis perjanjian adalah dapat memberikan kepastian hukum para pihak, sedangkan fungsi ekonomis adalah menggerakkan (hak milik) sumber daya dari nilai penggunaan yang lebih rendah menjadi nilai yang lebih tinggi. Biaya dalam Pembuatan Perjanjian Biaya penelitian, meliputi biaya penentuan hak milik yang mana yang diinginkan dan biaya penentuan bernegosiasi, Biaya negosiasi, meliputi biaya persiapan, biaya penulisan kontrak, dan biaya tawar-menawar dalam uraian yang rinci, Biaya monitoring, yaitu biaya penyelidikan tentang objek, Biaya pelaksanaan, meliputi biaya persidnagan dan arbitrase, Biaya kekliruan hukum, yang merupakan biaya sosial.



DAFTAR PUSTAKA